- Back to Home »
- Hanya Teman Sekolah Saja
Posted by : Unknown
Minggu, 10 April 2016
Rambut hitam terurai indah penuh pesona,
wajah sampingnya disorot mentari pagi, terlihat setitik lesung pipi dari senyum
polosnya, matanya masih memancarkan sinar dibalik selembar kaca yang menghiasi
kedua bola matanya, dan jam tangan hitam yang selalu melingkar dipergelangan
tangan kirinya seolah menjadi pemandangan indah dipagi hari.
Sosoknya masih melekat disetiap
sudut-sudut otakku dan mengisi penuh dihatiku. Rena, seseorang yang sudah
membuatku seperti ini. Sikapnya yang bisa membuatku tertawa dan tersenyum dan aku
selalu merasakan kenyamanan yang terhebat jika aku didekatnya. Kunikmati disetiap
detik saat bersama dirinya dimanapun dan kapanpun, baik itu sengaja saat kita
bertemu ataupun ketidaksengajaan yang tidak terencana.
Aku masih dengan sikap egoisku disini,
hanya bisa memendam perasaan yang semakin lama semakin tumbuh berkembang akibat
kebersamaan yang kulalui bersamanya. Sikapku yang dingin seolah menjadi senjata
ampuhku untuk menyembunyikan semua ini. Serta kecuekanku yang membuat dia hanya
memiliki perasaan sebatas teman sekolah saja denganku. Semuanya tampak biasa
saja diluar tapi sangat berbanding terbalik yang ada didalam.
Disetiap jentikan jemari yang ditulisnya
melalui social media, aku selalu memahami setiap kata dan kalimat yang keluar
dari pikirannya itu. Dia seperti tidak pernah berhenti menuangkan segala
inspirasinya kedalam kata-kata yang indah itu. Dia curahkan bersama tangis yang
tak pernah terwujud. Perasaan ini terlalu dalam sehingga aku lebih memilih memendamnya
diam-diam.
Tapi semua berubah ketika Rena sudah
lebih lama kenal dengan sahabat itu. Terlebih ketika Rena terlihat lebih
bahagia jika bersama sahabatnya itu daripada denganku. Entahlah.. Rasanya sakit jika mengetahui saat
Rena sedang bersama dengan sahabatnya itu. Tapi aku hiraukan perasaan itu.
Bagaimana pun juga aku merasa bahagia jika Rena juga bahagia bersama orang yang
bisa membuat dia bahagia disisinya.
Masih kuingat betul kenangan di puncak
29 itu. Ya, kehangatan yang kurasakan saat bersama Rena. Sebuah peristiwa satu
kali dalam sejarah yang tak akan pernah terlupakan bagiku. Ketika pemandangan
malam dengan jabatan hangat tebalnya kabut pegunungan malam itu. Kurasakan
kenyamanan terhebat saat menggenggam erat setiap jemarinya.
Seiring berjalannya waktu pula, Rena
terlihat bingung dengan perasaannya sendiri yang terus menghantui Rena.
Berkali-kali dia menulis diblognya dengan tema yang sama. Bahkan ditulisnya
bahwa dia sudah kehabisan kata-kata untuk setiap karya sastranya karena terlalu
banyak kata yang berkutat dipikirannya itu.
Disetiap
pesan singkat dan canda tawa kita yang terkadang memecah keheningan malam
membuatku semakin yakin akan perasaanku kepada Rena. Hanya dia yang bisa
mencairkan segala amarah dan hanya dia yang bisa membuatku tersenyum.
Rena sudah mengubah hidupku menjadi
lebih berwarna. Meski hanya sebatas harapan yang sudah tidak mungkin tercapai,
tapi aku cukup bahagia pernah menjadi salah satu bagian dari hidupnya. Maaf,
aku teramat sangat menyayangimu…
“Karena hanya kamulah kenangan paling
berharga, teman paling baik, sahabat yang tak tergantikan, kebersamaan yang
hangat, dan cinta yang terlalu dalam…”